DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN WP BADAN
PETUNJUK UMUM
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP), hal-hal yang perlu
diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut :
1. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT
Tahunan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
2.
SPT Tahunan
ditandatangani oleh pengurus, direksi, atau orang yang diberi kuasa untuk
menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus.
3.
SPT Tahunan dianggap
tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri
keterangan dan atau dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 534 / KMK.04 / 2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-214 / PJ. / 2001.
4.
Wajib Pajak harus
mengambil sendiri formulir SPT Tahunan dan menyampaikannya paling lambat 3
(tiga) bulan setelah Tahun Pajak berakhir.
5.
Penyampaian SPT
Tahunan dapat dilakukan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-518
/ PJ. / 2001.
6.
Kekurangan
pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas
paling lambat tanggal 25 ( dua puluh lima ) bulan ketiga setelah tahun pajak
berakhir. Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari saat
jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 ( satu ) bulan.
7.
Wajib Pajak wajib
membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos
atau bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk menerima pembayaran pajak
(Bank Persepsi).
8.
Direktur Jenderal
Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur
atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang
terutang pada SPT Tahunan ( PPh Pasal 29 ) paling lama 12 ( dua belas ) bulan.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-325 / PJ. / 2001,
permohonan harus diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak
terdaftar dengan menggunakan formulir tertentu sesuai lampiran Keputusan
Direktur Jenderal tersebut.
9.
Direktur Jenderal
Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian
SPT Tahunan paling lama 6 ( enam ) bulan. Permohonan harus diajukan secara
tertulis disertai Surat Pernyataan mengenai penghitungan sementara besarnya
pajak terutang dalam 1 ( satu ) tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan
pembayaran pajak menurut penghitungan sementara tersebut.
Apabila SPT Tahunan tidak
disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan atau dalam batas waktu
perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dikenakan sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp 100.000,- ( seratus ribu rupiah ).
10. Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata
uang Dollar Amerika Serikat dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah
mendapat izin Menteri Keuangan. Wajib Pajak yang diizinkan untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang
Dollar Amerika Serikat wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan beserta
lampirannya dalam bahasa Indonesia (kecuali lampiran berupa laporan keuangan)
dan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat. Persetujuan ini diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.03/2007.
11. Setiap orang yang karena kealpaannya tidak
menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar,
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 ( satu ) tahun dan atau denda paling tinggi 2 ( dua )
kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan
SPT Tahunan atau menyampaikan SPT
Tahunan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 ( enam ) tahun dan denda paling tinggi 4 ( empat ) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar.
PETUNJUK PENGISIAN
SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Tahun 2007 menggunakan format yang dapat dibaca dengan menggunakan
mesin scanner, untuk itu perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Jika WP membuat
sendiri formulir SPT Tahunan, jangan lupa untuk membuat ■ (segi empat hitam) di keempat sudut sebagai
pembatas dokumen agar dokumen dapat di scan.
2.
Ukuran kertas yang
digunakan F4/Folio (8.5 x 13 inch) dengan berat minimal 70 gram.
3.
Kertas tidak boleh
dilipat atau kusut.
4.
Kolom Identitas :
Bagi WP yang mengisi menggunakan mesin
ketik, dalam mengisi isian yang tidak terstruktur (seperti: Nama Wajib
Pajak, Jenis Usaha dan Negara Domisili Kantor Pusat (khusus BUT)) kotak-kotak
dapat diabaikan sepanjang tidak melewati batas samping kanan. Sedangkan untuk
isian yang terstruktur (seperti: NPWP, Nomor Telepon) isian harus didalam
kotak.
|
|
NAMA WP : PT. MAJU MAKMUR SENTOSA JAYA
|
|
NO. TELEPON :
Catatan: Untuk yang menggunakan komputer atau tulis tangan, semua isian harus
dalam kotak.
Bagi Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat wajib
menggunakan Formulir 1771 / $.
5.
Dalam mengisi
kolom-kolom yang berisi nilai rupiah atau US dollar, harus tanpa nilai desimal.
Contoh:
a.
dalam menuliskan sepuluh juta rupiah adalah: 10.000.000 (BUKAN 10.000.000,00).
b.
Dalam menuliskan seratus dua puluh lima rupiah lima puluh sen
adalah: 125 (BUKAN 125,50)
LAMPIRAN – I
( FORMULIR 1771 –
I dan FORMULIR 1771 – I / $ )
|
·
PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO FISKAL
Angka 1 : PENGHASILAN NETO KOMERSIAL
DALAM NEGERI
Yang dimaksud dengan penghasilan neto komersial dalam
negeri adalah penghasilan neto menurut prinsip akuntansi komersial Indonesia,
yakni semua penghasilan yang diterima dan atau diperoleh dari kegiatan usaha
dan dari luar kegiatan usaha di Indonesia, termasuk penghasilan yang dikenakan
PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak, dikurangi dengan pengeluaran /
biaya-biaya sesuai dengan sistem dan metode akuntansi komersial Indonesia yang
dianut secara taat azas, sebelum dilakukan penyesuaian-penyesuaian fiskal
berdasarkan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya.
Huruf a - PEREDARAN USAHA.
Diisi dengan jumlah penerimaan /
perolehan bruto dari kegiatan usaha di Indonesia, setelah dikurangi dengan
retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan bagi perusahaan dagang dan perusahaan industri.
Huruf b - HARGA POKOK PENJUALAN.
Diisi dengan biaya-biaya yang
merupakan harga pokok penjualan bagi kegiatan usaha Wajib Pajak. Apabila sesuai
dengan sistem dan metode akuntansi komersial yang dianut Wajib Pajak tertentu (
misal : bank, dana pensiun, reksadana, organisasi sosial, perkumpulan dan
sebagainya ) tidak terdapat pemisahan atau pengelompokan biaya untuk harga
pokok penjualan, maka seluruh biaya-biaya dilaporkan pada huruf c biaya usaha
lainnya.
Huruf c - BIAYA USAHA LAINNYA.
Diisi dengan biaya-biaya usaha yang
tidak termasuk ke dalam kelompok harga pokok penjualan.
Huruf d - PENGHASILAN NETO DARI USAHA. (1a-1b-1c)
Penghasilan neto tersebut diperoleh
dari Peredaran Usaha dikurangi Harga Pokok Penjualan dikurangi Biaya Usaha Lainnya.
Huruf e - PENGHASILAN DARI LUAR USAHA.
Diisi dengan jumlah Penghasilan
Bruto Dari Luar Usaha yang diterima dan atau diperoleh dari luar kegiatan usaha
tersebut pada huruf a, seperti : penghasilan dari penyertaan modal di
Indonesia, penghasilan dari penjualan / pengalihan / persewaan harta, serta
penghasilan lainnya yang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha atau
tidak ada kaitannya dengan kegiatan usaha.
Huruf f - BIAYA DARI LUAR USAHA.
Diisi dengan biaya-biaya langsung yang
terkait dengan penghasilan dari luar usaha tersebut pada huruf e.
Huruf g - PENGHASILAN NETO DARI LUAR USAHA. (1e-1f)
Diisi dengan hasil pengurangan huruf
e dengan huruf f.
Huruf h – Jumlah (1d+1g)
Cukup Jelas.
Angka 2 : PENGHASILAN NETO KOMERSIAL LUAR NEGERI
Diisi dengan
penghasilan neto yang diterima atau diperoleh di luar negeri, sesuai dengan
lampiran khusus 7A / 7B kolom (4) ‘Jumlah Neto’.
Angka 3 : JUMLAH PENGHASILAN NETO KOMERSIAL (1h+2)
Diisi dengan
jumlah penghasilan neto komersial Dalam Negeri dan Luar Negeri.
Angka
4 : PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK
PENGHASILAN FINAL DAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Untuk menghitung penghasilan
neto fiskal yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum,
penghasilan dari sumber di Indonesia yang dikenakan PPh final dan yang tidak
termasuk sebagai Objek Pajak harus dikeluarkan kembali, sehingga dengan
pengurangan penghasilan tersebut pada jumlah penghasilan neto fiskalnya ( angka
8 ) akan menjadi nihil / netral. Diisi dengan jumlah penghasilan neto komersial
atas penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final dan penghasilan neto
komersial atas penghasilan yang tidak termasuk objek pajak yang telah
dimasukkan dalam angka 1 formulir 1771 - I dan dalam hal mengalami kerugian
komersial, diisi sesuai dengan jumlah kerugian komersialnya.
Angka 5 : PENYESUAIAN FISKAL POSITIF
Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian
terhadap penghasilan neto komersial ( di luar unsur penghasilan yang dikenakan
PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak ) dalam rangka menghitung
Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya,
yang bersifat menambah penghasilan dan atau mengurangi biaya-biaya komersial
tersebut pada angka 1.
Huruf a. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9
ayat (1) huruf b UU PPh, pengeluaran perusahaan untuk pembelian / perbaikan
rumah atau kendaraan pribadi, biaya perjalanan pribadi / keluarga, biaya premi
asuransi pribadi / keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk kepentingan pemegang
saham, sekutu, atau anggota, tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Huruf b. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh, pembentukan
atau pemupukan dana cadangan secara fiskal tidak dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan. Namun untuk jenis-jenis usaha tertentu yang secara ekonomis memang
diperlukan adanya cadangan untuk menutup beban atau kerugian yang akan terjadi
di kemudian hari, secara fiskal diperkenankan, yang terbatas pada : piutang tak
tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi ( financial lease ), cadangan klaim dan
cadangan kerugian untuk usaha asuransi, serta cadangan biaya reklamasi untuk
usaha pertambangan.
Lihat : * Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 80 / KMK.04 / 1995 s.t.d.t.d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83 / PMK.03 / 2006;
* Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 20 / PJ.42 / 1995;
* Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 09 / PJ.42 / 1999;
* Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 21 / PJ.42 / 2000.
Huruf c. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan ( benefit in-kind
) bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan. Oleh karena itu
sesuai dengan prinsip taxability and
deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh,
bagi Wajib Pajak pemberi kerja tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Namun pemberian natura berupa penyediaan
makanan / minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai, demikian pula pemberian natura dan kenikmatan di daerah
terpencil yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, serta pemberian
natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan
sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya ( seperti : pakaian dan peralatan khusus untuk keselamatan
kerja, pakaian seragam petugas keamanan, antar-jemput pegawai, serta akomodasi untuk awak kapal ), dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan.
Lihat : * Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466 /
KMK.04 / 2000;
* Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep- 213 / PJ / 2001;
* Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep- 220 / PJ / 2002.
Huruf d. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf f UU PPh,
pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diberikan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan
istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh, dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan sepanjang jumlahnya tidak melebihi kewajaran.
Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku umum untuk pekerjaan dengan
kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai
hubungan istimewa. Atas selisih yang melebihi kewajaran tersebut dapat
dikategorikan sebagai pembagian laba.
Huruf e. Berdasarkan Pasal
4 ayat (3) huruf a UU PPh, bantuan atau sumbangan
dan harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, bukan merupakan penghasilan sepanjang tidak terdapat hubungan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability
and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g
UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi bantuan atau sumbangan dan harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Lihat : Keputusan Menteri Keuangan Nomor 604 /
KMK.04 / 1994.
Zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak Badan
dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, dengan syarat :
·
Penghasilan yang
dikenakan zakat merupakan Objek Pajak yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan;
·
Pembayaran zakat
dilakukan kepada Badan Amil Zakat ( BAZ ) atau Lembaga Amil Zakat ( LAZ ) yang dibentuk atau disahkan
pembentukannya oleh Pemerintah Pusat / Daerah;
Dengan demikian zakat atas harta selain penghasilan dan
zakat atas penghasilan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak dapat
dibebankan sebagai biaya perusahaan
( perlakuan pajaknya sama dengan sumbangan ).
( perlakuan pajaknya sama dengan sumbangan ).
Huruf f. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh,
Pajak Penghasilan badan serta kredit pajak bukan merupakan biaya perusahaan.
Huruf g. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh, bagian laba
yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi
bukan merupakan penghasilan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability
and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf j UU PPh,
bagi perseroan komanditer tersebut pembayaran gaji kepada para anggotanya tidak
dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Huruf h. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU
PPh, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan,
serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya perusahaan.
Huruf i. Diisi dari Lampiran Daftar Penyusutan dan Amortisasi
Fiskal.
Huruf j. Diisi dari Lampiran Daftar Penyusutan dan Amortisasi
Fiskal.
Huruf k. Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah
Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan
saat pengakuan biaya dalam hal-hal tertentu dan
bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.
Lihat : *
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep- 184 / PJ. / 2002;
* Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 08 / PJ.42 / 2002.
Huruf l. Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal
6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal :
·
terdapat penghasilan
yang tidak diakui secara komersial akan tetapi termasuk Objek Pajak yang
dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final;
·
terdapat biaya-biaya
perusahaan lainnya atau kerugian yang diakui secara komersial akan tetapi tidak
dapat diakui secara fiskal;
·
terdapat kerugian usaha
di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap ( BUT ) ataupun bukan BUT,
setelah dilakukan penyesuaian fiskal positif dan negatif.
Lihat : * Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 164 / KMK.03 / 2002.
* Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.42/2002.
* Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.313/2005.
Angka 6 : PENYESUAIAN
FISKAL NEGATIF
Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian
terhadap penghasilan neto komersial ( di luar unsur penghasilan yang dikenakan
PPh final dan yang tidak termasuk Objek
Pajak ) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh
beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan atau
menambah biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.
Huruf a. Diisi dari Lampiran Daftar Penyusutan dan Amortisasi
Fiskal.
Huruf b. Diisi dari Lampiran Daftar Penyusutan dan Amortisasi
Fiskal.
Huruf c. Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah
Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan
saat pengakuan penghasilan dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan
kebijaksanaan Pemerintah.
Lihat : *
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-141 / PJ. / 1999;
* Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-563 / PJ. / 2001;
* Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-184 / PJ. / 2002;
* Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08 / PJ.42 / 2002.
Huruf d. Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 6 UU PPh
beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal terdapat biaya-biaya perusahaan
lainnya atau kerugian yang tidak diakui secara komersial akan tetapi dapat
diakui secara fiskal.
Angka 7 : FASILITAS PENANAMAN MODAL BERUPA PENGURANGAN PENGHASILAN NETO
Angka 7a diisi tahun ke-berapa fasilitas tersebut telah
digunakan.
Angka 7b diisi dengan jumlah fasilitas penanaman modal
berupa pengurangan penghasilan neto yang telah ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana terdapat dalam daftar fasilitas penanaman modal angka 5b
(lampiran khusus 4A / 4B).
Angka 8 : PENGHASILAN NETO FISKAL
LAMPIRAN - II
( FORMULIR 1771 – II dan FORMULIR 1771 – II / $ )
|
Diisi dengan perincian Harga Pokok Penjualan, Biaya Usaha Lainnya dan Biaya
Dari Luar Usaha secara komersial sesuai dengan Lampiran 1771-I angka 1 huruf b,
c dan f.
Kolom (1) Nomor Urut
Kolom (2) Perincian
Kolom (3) diisi dengan biaya yang merupakan Harga Pokok Penjualan
Kolom (4) diisi dengan Biaya Usaha Lainnya yang bukan merupakan Harga
Pokok Penjualan
Kolom (5) diisi dengan Biaya-biaya langsung yang terkait dengan
penghasilan dari luar usaha
Kolom (6) diisi dengan jumlah kolom (3) ditambah dengan kolom (4)
ditambah dengan kolom (5)
LAMPIRAN - III
( FORMULIR 1771 - III dan FORMULIR 1771 – III / $ )
|
Diisi dengan rincian
bukti pungut PPh Pasal 22 dan bukti potong PPh Pasal 23 yang telah dibayar
melalui pemungutan/pemotongan pajak oleh pihak lain, atas penghasilan yang
dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final yang diterima / diperoleh dan
dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun pajak ini.
·
Kolom (1) diisi dengan Nomor Urut untuk
masing-masing jenis pajak
·
Kolom (2) diisi dengan
Nama dan NPWP Pemotong/Pemungut Pajak. Dalam hal PPh Pasal 22 dibayar sendiri kolom ini diisi dengan Nama
dan Alamat Bank tempat pembayaran.
· Kolom (3) diisi dengan : - Untuk PPh Pasal 22 diisi dengan Jenis
Transaksi atau Pembayaran
- Untuk PPh Pasal 23 diisi dengan
jenis penghasilan yang dipotong PPh
·
Kolom (4) diisi dengan jumlah yang menjadi Dasar
Pemotongan/Pemungutan
·
Kolom (5) diisi dengan jumlah PPh yang
dipotong/dipungut
·
Kolom (6) dan (7) diisi
dengan Nomor dan Tanggal Bukti Pemotongan/Pemungutan. Untuk PPh Pasal 22 yang
dibayar sendiri kolom (6) diisi dengan kata ‘SSP’ atau “SSPCP”.
Wajib Pajak wajib memperlihatkan
serta menyerahkan bukti-bukti pemungutan/pemotongan pajak oleh pihak lain
apabila diminta untuk keperluan pemeriksaan kewajiban perpajakan.
LAMPIRAN - IV
( FORMULIR 1771 – IV DAN FORMULIR 1771 – IV / $ )
|
LAMPIRAN - V
( FORMULIR 1771 – V dan FORMULIR 1771 – V / $ )
|
·
Wajib Pajak yayasan dan
badan-badan lain yang tidak dimiliki atas dasar penyertaan modal, serta KIK
Reksa Dana dan KIK – EBA, cukup mengisi Daftar Pemegang Saham / Pemilik Modal
dengan pernyataan : “Tidak Ada”,
pada kolom (2).
·
Wajib Pajak perusahaan
masuk bursa, pemegang saham publik tidak perlu dirinci per nama ( dapat dinyatakan secara kumulatif ) kecuali
apabila kepemilikan sahamnya berjumlah 5% atau lebih dari jumlah modal disetor.
·
Daftar Susunan Pengurus
Dan Komisaris diisi lengkap tetapi tidak termasuk tingkat manajer.
Lihat : Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-02/PJ.42/2003.
LAMPIRAN - VI
( FORMULIR 1771 – VI dan FORMULIR 1771 – VI / $ )
|
1. Ketiga
daftar diisi dengan angka saldo akhir tahun berdasarkan laporan keuangan
komersial yang dilampirkan pada SPT Tahunan.
2. Penyertaan
modal yang dicantumkan adalah penyertaan modal yang memenuhi kriteria hubungan
istimewa baik langsung maupun tidak langsung.
3. Pinjaman
(utang/piutang) yang dicantumkan adalah pinjaman dari / kepada pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa baik langsung maupun tidak langsung.
4.
Wajib Pajak yang tidak mempunyai penyertaan modal atau
penyertaan modalnya tidak memenuhi kriteria hubungan istimewa, demikian pula
Wajib Pajak yang tidak mempunyai pinjaman dari / kepada pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa, cukup mengisi daftar dengan pernyataan : “Tidak
Ada”, pada kolom (2).
INDUK SPT
( FORMULIR 1771 dan FORMULIR 1771 / $ )
|
TAHUN PAJAK : Isilah kotak yang tersedia dengan angka
tahun buku dan periode tahun buku perusahaan.
2
|
0
|
0
|
7
|
Contoh : Tahun Pajak 2007
IDENTITAS
NPWP : Diisi sesuai dengan NPWP yang tercantum
dalam Kartu NPWP.
NAMA WAJIB PAJAK : Diisi sesuai dengan nama yang tercantum
dalam Kartu NPWP.
JENIS USAHA : Diisi sesuai dengan jenis kegiatan usaha
yang dilakukan. Apabila jenis kegiatan usaha
lebih dari satu, maka yang dipilih adalah jenis kegiatan usaha yang
utama / inti.
KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA : Untuk pengisian Kode Klasifikasi Lapangan
Usaha (KLU) diisi sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-34/PJ./2003. Apabila
kurang jelas dapat berkonsultasi dengan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
NO. TELEPON : Diisi dengan nomor telepon wajib pajak.
Nomor telepon wajib diisi oleh wajib pajak.
NO. FAKS. : Diisi dengan nomor faksimili wajib pajak.
Nomor faksimili wajib diisi oleh wajib pajak.
PERIODE
PEMBUKUAN : Diisi sesuai dengan periode
pembukuan wajib pajak.
Misalnya
wajib pajak menggunakan :
Periode Januari –
Desember
|
0
|
1
|
0
|
7
|
s.d
|
1
|
2
|
0
|
7
|
|
Periode
April - Maret
|
0
|
4
|
0
|
7
|
s.d
|
0
|
3
|
0
|
8
|
|
NEGARA
DOMISILI KANTOR PUSAT (KHUSUS BUT)
|
:
|
Diisi
sesuai dengan nama negara domisili fiskal kantor pusat BUT diluar negeri
sesuai ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda ( P3B ) yang berlaku,
atau dalam hal belum ada P3B, berdasarkan ketentuan Undang-undang Perpajakan
Indonesia.
|
PEMBUKUAN/LAPORAN
KEUANGAN
|
:
|
Dalam hal menyelenggarakan
pembukuan dalam mata uang
Dollar Amerika Serikat, sebutkan Nomor dan Tanggal Surat Persetujuan
Direktur Jenderal Pajak, serta Tahun dimulainya. Nyatakan apakah pembukuan/ laporan keuangan
perusahaan untuk tahun buku ini “Diaudit” atau “Tidak Diaudit” oleh Akuntan
Publik, dengan mengisi kotak yang sesuai dengan tanda (X). Dalam hal diaudit,
isilah Opini Akuntan dalam kotak yang tersedia dengan kode angka sebagai
berikut :
1.
- untuk opini : Wajar Tanpa Pengecualian
2.
- untuk opini : Wajar Dengan Pengecualian
3.
- untuk opini : Tidak Wajar;
4.
- untuk :
Tidak Ada Opini.
|
NAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK
|
:
|
Diisi
dengan Nama Kantor Akuntan Publik yang
menandatangani Laporan Audit.
|
NPWP
KANTOR AKUNTAN PUBLIK
|
:
|
Diisi
dengan NPWP Kantor Akuntan Publik apabila Laporan Keuangan perusahaan diaudit
oleh Akuntan Publik.
|
NAMA
AKUNTAN PUBLIK
|
:
|
Diisi
dengan Nama Akuntan Publik yang
menandatangani Laporan Audit.
|
NPWP
AKUNTAN PUBLIK
|
:
|
Diisi
dengan NPWP Akuntan Publik apabila
Laporan Keuangan perusahaan
diaudit oleh Akuntan Publik.
|
NAMA
KANTOR KONSULTAN PAJAK
|
:
|
Diisi
dengan Nama Kantor Konsultan Pajak sesuai Surat Kuasa Khusus.
|
NPWP
KANTOR KONSULTAN PAJAK
|
:
|
|
NAMA
KONSULTAN PAJAK
|
:
|
|
NPWP
KONSULTAN PAJAK
|
:
|
Diisi dengan NPWP Konsultan Pajak
sesuai Surat Kuasa Khusus.
|
Angka 1 - PENGHASILAN NETO FISKAL
Diisi dengan jumlah penghasilan neto
fiskal dari formulir 1771-I Nomor 8 Kolom (3)
Angka 2 - KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL
Kompensasi kerugian fiskal dari
tahun-tahun pajak yang lalu berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU PPh atau karena
memperoleh fasilitas penanaman modal berupa kompensasi kerugian fiskal yang
lebih lama. Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal, jumlah kolom
‘Tahun Pajak Ini’ ( lampiran khusus 2A/2B ).
· Diisi
dengan jumlah kompensasi kerugian kolom ‘Tahun Pajak Ini’ dari Lampiran Khusus 2A/2B Perhitungan Kompensasi
Kerugian Fiskal.
· Diisi
dengan nilai “0” (nol), apabila angka 1 menyatakan kerugian (negatif).
(Lihat
contoh pengisian Formulir Lampiran Khusus 2A / 2B)
Angka 3 - PENGHASILAN
KENA PAJAK
Diisi
dengan hasil perhitungan angka 1 dikurangi dengan angka 2.
Huruf B : PAJAK PENGHASILAN TERUTANG
Angka 4 - PPh
TERUTANG
Diisi dengan jumlah hasil penerapan tarif Pasal 17 UU PPh
atas Penghasilan Kena Pajak pada angka 3, sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
S.d. Rp 50.000.000,- 10%
Di atas Rp 50.000.000,- s.d. Rp
100.000.000,- 15%
Di atas Rp 100.000.000,-
30%
Catatan : Untuk
keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah
penuh.
Angka 5 -
PENGEMBALIAN / PENGURANGAN KREDIT PAJAK LN (PPh Ps. 24) YANG TELAH
DIPERHITUNGKAN TAHUN LALU
Dalam hal memperoleh pengurangan atau pengembalian pajak
atas penghasilan yang terutang / dibayar
di luar negeri (PPh Pasal 24), yang sebelumnya telah diperhitungkan sebagai kredit
PPh yang terutang pada tahun pajak yang lalu, diisi sebesar jumlah pengurangan
atau pengembalian pajak tersebut.
Lihat : Pasal 24 UU
PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 164 / KMK.03 / 2002.
Angka 6 - JUMLAH
PPh TERUTANG
Diisi
dengan hasil perhitungan angka 4 ditambah dengan angka 5.
Huruf C : KREDIT PAJAK
Angka 7 - PPh
DITANGGUNG PEMERINTAH (Proyek Bantuan LN)
Dalam hal memperoleh fasilitas PPh Ditanggung Pemerintah
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor, Konsultan, dan
Pemasok (supplier) Utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan
proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman
luar negeri, diisi sebesar jumlah PPh yang tidak bersifat final yang dihitung
dengan formula sebagai berikut :
DANA PINJAMAN LN / HIBAH X
PPh TERUTANG
TOTAL BIAYA
PROYEK
TOTAL BIAYA
PROYEK
|
Lihat : * Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995
s.t.d.t.d. Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2001;
* Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000;
* Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000;
* Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559 /
KMK.04 / 2000;
* Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-13 / PJ.42 / 2002.
Angka 8
Huruf a : Diisi
dengan jumlah kredit pajak dalam negeri dari formulir 1771-III kolom (5) /
formulir 1771-III/$ kolom (5) dan kolom (6)
Huruf b : Diisi
dengan jumlah kredit pajak luar negeri sesuai dengan perhitungan kredit pajak
luar negeri pada Lampiran Khusus 7A /
7B.
Huruf c : Cukup jelas.
Angka 9
Beri tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia
sesuai dengan hasil pengurangan jumlah pada angka 6 dengan jumlah pada angka 7
dan angka 8c.
Angka 10
Huruf a : diisi
dengan jumlah PPh Pasal 25 yang dibayar sendiri.
Huruf b : diisi
dengan Pokok Pajak pada STP PPh Pasal 25.
Huruf c : diisi
sebesar jumlah Fiskal Luar Negeri pegawai perusahaan yang ditanggung oleh
perusahaan dalam rangka perjalanan ke luar negeri untuk kepentingan perusahaan,
sepanjang dapat dibuktikan pembayarannya oleh perusahaan dan sepanjang tidak
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Huruf d : diisi sebesar jumlah PPh yang dibayar
atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan bagi
perusahaan selain pengembang / real estate dan yayasan atau organisasi sejenis,
yang dilaporkan dalam Formulir 1771 - I angka 1 huruf e.
Huruf e : Cukup jelas.
Huruf D : PPh KURANG
/ LEBIH BAYAR
Angka 11
Beri
tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan hasil pengurangan
jumlah pada angka 9 dengan jumlah pada angka 10e.
Angka 12
Diisi
sesuai tanggal penyetoran PPh Pasal 29.
Angka 13
Berikan (X)
dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan permohonan yang dimaksud.
Huruf E : ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN BERJALAN
Penghitungan besarnya angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun
berjalan untuk semua Wajib Pajak, atas penghasilan yang dikenakan PPh yang
tidak bersifat final.
Angka 14.
Huruf a - Penghasilan
yang menjadi dasar penghitungan angsuran, bagi :
·
Wajib Pajak pada umumnya, adalah berdasarkan penghasilan
teratur menurut SPT Tahunan tahun pajak yang lalu;
·
Wajib Pajak BUMN / BUMD, adalah berdasarkan rencana
pendapatan menurut RKAP tahun pajak berjalan yang telah disetujui / disahkan
oleh RUPS dan setelah dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan UU
PPh. Apabila RKAP tahun pajak berjalan belum disetujui / disahkan oleh RUPS,
maka digunakan rencana pendapatan dari RKAP tahun pajak yang lalu setelah
dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan UU PPh;
·
Wajib Pajak bank dan perusahaan pembiayaan sewa guna
usaha dengan hak opsi ( financial lease ), adalah berdasarkan
penghasilan neto menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan
dan setelah dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan UU PPh.
Lihat : * Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522 /
KMK.04 / 2000 s.t.d.t.d.
* Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 84 / KMK.03 /
2002.
Huruf b - KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL
Diisi dari Perhitungan Kompensasi
Kerugian Fiskal, jumlah kolom (9) “Tahun Berjalan” (lampiran khusus 2A/2B).
Huruf c - PENGHASILAN KENA PAJAK
Diisi
dengan hasil perhitungan huruf a dikurangi dengan huruf b.
Huruf d - PPh YANG TERUTANG
Diisi
dengan Penghasilan Kena Pajak (huruf c) dikali dengan Tarif Pasal 17
Huruf e - KREDIT PAJAK TAHUN PAJAK YANG LALU ATAS PENGHASILAN YANG
TERMASUK DALAM HURUF a YANG DIPOTONG /
DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
Diisi
dengan jumlah kredit pajak tahun pajak yang lalu atas penghasilan yang termasuk
dalam huruf a yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain ( PPh Pasal 22,
Pasal 23 dan Pasal 24 ).
Huruf f - PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI
Diisi
dengan hasil perhitungan huruf d dikurangi dengan huruf e.
Huruf g - PPh PASAL 25
Angsuran
PPh Pasal 25, bagi :
·
Wajib Pajak pada umumnya, berlaku mulai bulan ketiga
tahun berjalan;
·
Wajib Pajak BUMN / BUMD, berlaku sejak bulan pertama
tahun berjalan;
·
Wajib Pajak bank, berlaku untuk tiga bulan pertama tahun
berjalan, dan selanjutnya dihitung kembali setiap tiga bulan dengan cara yang
sama.
Huruf F : PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK
OBJEK PAJAK
Angka 15
Huruf a - PPh
FINAL
Diisi dengan jumlah PPh terutang atas penghasilan yang
dikenakan PPh Final dari formulir 1771-IV Bagian A jumlah Kolom (5) atau
formulir 1771-IV/$ bagian A jumlah kolom (5) (JBA).
Huruf b - PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Diisi
dengan jumlah penghasilan bruto yang tidak termasuk objek pajak dari formulir 1771-IV
Bagian B jumlah Kolom (3) atau formulir 1771-IV/$ bagian B jumlah kolom (3)
Huruf G : LAMPIRAN
a - Surat
Setoran Pajak lembar ke-3 PPh Pasal 29 :
Wajib dilampirkan oleh semua
Wajib Pajak, kecuali apabila tidak ada setoran akhir ( nihil ). Dalam hal Wajib
Pajak melakukan pembayaran dengan media e–payment melalui bank-bank persepsi
tertentu yang telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak yang
sah sebagai pengganti SSP lembar ke-3
b - Laporan Keuangan ( lengkap ) :
Wajib dilampirkan oleh semua
Wajib Pajak tanpa kecuali. Dalam hal pembukuan / laporan keuangan diaudit oleh
Akuntan Publik, lampirkan laporan keuangan yang telah diaudit. Bagi Wajib Pajak
yang mempunyai anak perusahaan di Indonesia atau di luar negeri, dan atau
mempunyai cabang usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap ( BUT )
ataupun bukan BUT, wajib melampirkan Laporan Keuangan Konsolidasi dan Laporan
Keuangan Wajib Pajak tersebut secara tersendiri;
c - Daftar
Penyusutan dan Amortisasi Fiskal :
Wajib dilampirkan oleh semua
Wajib Pajak sesuai bentuk formulir Lampiran
Khusus 1A/1B, kecuali apabila Wajib Pajak
tidak memiliki dan mempergunakan harta berwujud dan atau harta tak berwujud /
pengeluaran lainnya sebagai aktiva tetap yang pembebanannya harus dilakukan
melalui penyusutan / amortisasi;
d - Perhitungan
Kompensasi Kerugian Fiskal :
Wajib dilampirkan oleh Wajib
Pajak yang mempunyai hak kompensasi kerugian fiskal dari tahun-tahun pajak yang
lalu, sesuai bentuk formulir Lampiran
Khusus 2A/2B;
e - Pernyataan
Transaksi Dalam Hubungan Istimewa :
Wajib dilampirkan oleh Wajib
Pajak yang melakukan transaksi-transaksi tertentu dengan
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa atau perusahaan afiliasi ( intra-group
transactions ), sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 3A/3B;
f - Daftar
Fasilitas Penanaman Modal :
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang memperoleh
fasilitas penanaman modal, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 4A/4B;
g - Daftar Cabang Utama Perusahaan :
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai
kantor-kantor cabang atau tempat-tempat usaha utama di berbagai lokasi, sesuai
bentuk formulir Lampiran Khusus 5A/5B;
h - Surat Setoran Pajak lembar ke 3 PPh Pasal 26 Ayat (4) :
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT ( selain
perusahaan pelayaran / penerbangan asing dan perwakilan dagang asing ), kecuali
apabila pajak tidak terutang. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran dengan media e–payment melalui bank-bank
persepsi tertentu yang telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran
pajak yang sah sebagai pengganti SSP lembar ke-3;
i - Perhitungan PPh Pasal 26 Ayat (4) :
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT ( meskipun
pajak tidak terutang ), sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 6A/6B;
j - Kredit Pajak Luar Negeri
Wajib dilampirkan
oleh Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan dari luar negeri dan telah
dikenakan pajak oleh pihak luar negeri, sesuai bentuk formulir Lampiran
Khusus 7A/7B.
k - Surat
Kuasa Khusus :
Wajib dilampirkan
oleh Wajib Pajak yang pengisian SPT Tahunan-nya dikuasakan kepada pihak lain
yang berkompeten.
l - Lampiran Lainnya :
-
Daftar
piutang yang tidak dapat ditagih, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang
melakukan penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
-
Daftar
debitur yang kreditnya digolongkan kurang lancar, diragukan, dan macet, wajib
dilampirkan oleh Wajib Pajak Bank yang melaporkan penghasilan berupa bunga
kredit non-performing secara cash basis.
-
Fotokopi
Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBPFLN) dan Rekapitulasi pembayaran
Fiskal Luar Negeri tersebut, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak apabila
terdapat kredit pajak Fiskal Luar Negeri.
-
Khusus
untuk Kontraktor Production Sharing (Migas) wajib melampirkan Financial Quarterly Report untuk periode
terakhir tahun yang bersangkutan.
-
Lampiran-lampiran lainnya berupa bukti pendukung
atau untuk menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan yang dibuat sendiri
oleh Wajib Pajak.
PERNYATAAN
:
Beri tanda (X) pada kotak
yang sesuai. Isilah selengkapnya tempat dan tanggal pengisian SPT
Tahunan serta Nama Lengkap, NPWP dan tanda tangan pengurus perusahaan yang
berwenang. Dalam hal SPT Tahunan diisi oleh kuasa Wajib Pajak, isilah dengan
Nama Lengkap, NPWP dan tanda tangan Kuasa serta dibubuhi Cap Perusahaan.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
KHUSUS SPT TAHUNAN
|
1.
DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL (LAMPIRAN KHUSUS
1A/1B)
·
Diisi per jenis harta berwujud / tidak berwujud yang
dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan yang dapat disusutkan /
diamortisasi.
· Kolom
CATATAN diisi dengan informasi yang relevan ( apabila ada ) mengenai :
ð tahun-tahun
revaluasi yang pernah dilakukan;
ð fasilitas penanaman modal berupa
penyusutan / amortisasi dipercepat;
·
Kolom METODE PENYUSUTAN / AMORTISASI diisi dengan kode :
METODE PENYUSUTAN / AMORTISASI
|
KODE
|
PENGGUNAAN
|
·
Garis
Lurus
|
·
Komersial
/ Fiskal
|
|
·
Jumlah
Angka Tahun
|
·
JAT
|
·
Komersial
|
·
Saldo
Menurun
|
·
SM
|
·
Komersial
/ Fiskal
|
·
Saldo
Menurun Ganda
|
·
SMG
|
·
Komersial
|
·
Jumlah
Jam Jasa
|
·
JJJ
|
·
Komersial
|
·
Jumlah
Satuan Produksi
|
·
JSP
|
·
Komersial
/ Amortisasi Fiskal
|
·
Metode
Lainnya
|
·
ML
|
·
Komersial
|
·
Bagi
Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika
Serikat, perhatikan ketentuan mengenai kurs konversi aktiva tetap sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 / PMK.03 / 2007.
·
Lihat : * Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 520 / KMK.04 / 2000 s.t.d.d.
Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 138 / KMK.03 / 2002;
* Keputusan Menteri Keuangan Nomor 521 / KMK.04
/ 2000;
* Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-220 / PJ. / 2002;
* Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep-316 / PJ. / 2002;
* Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-07 / PJ.42 / 2002;
* Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-09 / PJ.42 / 2002;
2.
PERHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL (LAMPIRAN KHUSUS
2A/2B)
Perhitungan kompensasi kerugian fiskal di sini hanyalah
berkenaan dengan kerugian fiskal dari kegiatan usaha di Indonesia saja, tidak
termasuk kerugian fiskal dari kegiatan usaha di luar negeri baik melalui bentuk
usaha tetap ( BUT ) ataupun bukan BUT. Terhadap kerugian fiskal dari kegiatan
usaha di luar negeri berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164 / KMK.03
/ 2002 jo Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.31/2004 hanya
dapat dikompensasikan dengan keuntungan fiskal yang diterima dan atau diperoleh
dari kegiatan usaha di luar negeri dari negara yang sama ( per country basis
). Dalam hal demikian, harus dibuat perhitungan kompensasi kerugian fiskal yang
terpisah dengan bentuk daftar yang sama.
· Kolom
KERUGIAN DAN PENGHASILAN NETO FISKAL diisi dengan data yang bersumber dari
Surat Ketetapan Pajak atau Keputusan Keberatan / Putusan Banding, atau dalam
hal tidak / belum ada keputusan tersebut, bersumber dari SPT Tahunan.
· Kolom-kolom
KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL diisi dengan distribusi besarnya kompensasi kerugian
fiskal untuk masing-masing tahun setelah tahun terjadinya kerugian fiskal.
Dalam hal memperoleh fasilitas penanaman modal berupa kompensasi kerugian
fiskal yang lebih dari 5 tahun ( kerugian fiskal dari hasil penanaman modal
sejak saat mulai berproduksi komersial ), jumlah tahun dan kolom dapat ditambah
dengan menggunakan lembar kedua.
·
Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam
mata uang Dollar Amerika Serikat, perhatikan ketentuan mengenai kompensasi
kerugian fiskal sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 / PMK.03
/ 2007.
· Pindahkan
jumlah pada kolom (8)
”TAHUN PAJAK INI” ke FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771 / $ ( Huruf A Angka 2 ), dan pindahkan jumlah pada
kolom (9) ”TAHUN BERJALAN” ke FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771 / $ ( Huruf E ANGKA 14 Butir b).
Contoh Pengisian
(Formulir Lampiran Khusus 2A):
PT. ABC berdiri
pada tahun 1999. Pada tahun pajak 2007 wajib pajak memperoleh laba fiskal
sebesar Rp 50.000.000,-. Adapun keuntungan/kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya
adalah sebagai berikut :
Tahun
1999, rugi fiskal Rp 20.000.000,-
Tahun 2000,
rugi fiskal Rp 5.000.000,-
Tahun
2001, rugi fiskal Rp 1.000.000,-
Tahun 2002,
rugi fiskal Rp 100.000.000,-
Tahun 2003,
rugi fiskal Rp 20.000.000,-
Tahun 2004;
laba fiskal Rp 30.000.000,-
Tahun 2005,
laba fiskal Rp 10.000.000,-
Tahun 2006,
rugi fiskal Rp 5.000.000,-
Pengisian
kedalam Formulir Khusus 2A adalah pada contoh berikut :
3. PERNYATAAN TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN
ISTIMEWA (LAMPIRAN KHUSUS 3A/3B)
·
Angka
1, angka 2, dan angka 3 :
Jenis-jenis transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa diisi dalam kotak-kotak yang tersedia dengan
kode angka sebagai berikut :
1.
Transaksi
pembelian barang.
2.
Transaksi
penjualan barang.
3.
Transaksi
pembelian / penggunaan jasa.
4.
Transaksi
penjualan / penyediaan jasa.
5.
Transaksi
persewaan harta berwujud.
6.
Transaksi penggunaan harta tak berwujud.
7.
Transaksi
lainnya.
·
Angka
1 : Untuk masing-masing jenis transaksi
yang dilakukan, jelaskan pada sisi kotaknya dengan siapa transaksi dilakukan
dan besarnya nilai transaksi.
· Angka 2 : Dalam hal ada perjanjian dengan DJP mengenai
penentuan harga transfer, sebutkan Nomor / Tanggal Perjanjian dan periode
berlakunya. Jelaskan untuk jenis-jenis transaksi yang mana ( dengan kode angka
), yang dilakukan dengan siapa, serta sebutkan metode penentuan harga transfer
yang disepakati dalam perjanjian, pada sisi kotaknya.
·
Angka 3 : Dalam
hal tidak ada perjanjian dengan DJP mengenai penentuan harga transfer, sebutkan
untuk masing-masing jenis transaksi, metode penentuan harga transfer yang
dipergunakan, pada sisi kotaknya.
4.
DAFTAR FASILITAS PENANAMAN MODAL (LAMPIRAN KHUSUS 4A/4B)
·
Angka 1 : a. Diisi Nomor / Tanggal Surat Persetujuan Ketua
BKPM mengenai penanaman modal;
b. Diisi Nomor
/ Tanggal Surat Keputusan Menteri
Keuangan mengenai pemberian fasilitas
penanaman modal.
·
Angka 2 : a. JUMLAH PENANAMAN MODAL YANG DISETUJUI, diisi
sesuai dengan jumlah dalam mata uang yang tercantum berdasarkan Surat
Persetujuan Ketua BKPM. Apabila mata uang tersebut berbeda dengan mata uang
yang dipergunakan dalam pembukuan perusahaan, cantumkan juga jumlah nilai
ekuivalennya dalam mata uang pembukuan
dengan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat transfer dana ke rekening
perusahaan. Dalam hal dana belum ditransfer, jumlah nilai ekuivalennya dapat
menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada tanggal Surat Persetujuan Ketua
BKPM ( berikan catatan kaki yang dipandang perlu );
b.
PENANAMAN MODAL, baru atau perluasan, beri tanda silang
dalam kotak yang sesuai berdasarkan Surat Persetujuan Ketua BKPM;
c.
DI BIDANG USAHA DAN ATAU DI DAERAH, isi sesuai dengan
bidang usaha dan atau daerah tertentu yang disetujui untuk penanaman modal
berdasarkan Surat Persetujuan Ketua BKPM;
d.
FASILITAS YANG DIBERIKAN, beri tanda silang dalam
kotak-kotak jenis fasilitas yang sesuai ( dan angka 6 sampai 10 dalam kotak
tahun ) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan.
·
Angka
3 : REALISASI PENANAMAN MODAL :
a. TAHUN INI, diisi dengan jumlah realisasi
penanaman modal dalam tahun pajak SPT Tahunan selama periode sampai saat mulai berproduksi
komersial, yang dinyatakan dalam mata uang pembukuan berdasarkan laporan
keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik;
b. S.D. TAHUN INI, diisi dengan jumlah realisasi
penanaman modal kumulatif sampai dengan tahun pajak SPT Tahunan selama periode
sampai saat mulai berproduksi komersial, berdasarkan laporan realisasi
penanaman modal yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.
·
Angka
4 : Diisi dengan tanggal saat mulai
berproduksi komersial berdasarkan laporan realisasi penanaman modal yang telah
diaudit oleh Akuntan Publik.
·
Angka 5 : FASILITAS
PENGURANGAN PENGHASILAN NETO :
a.
isi dalam kotak tahun
dengan angka 1 sampai 6 secara berurut untuk setiap tahun pajak sejak tahun
saat mulai berproduksi komersial ( SMBK );
b.
besarnya fasilitas pengurangan penghasilan neto untuk
tahun pajak tersebut yang dihitung sebesar 5% dari jumlah realisasi penanaman
modal tersebut pada angka 3 huruf b. Pindahkan jumlah hasil perhitungan angka 5
huruf b ke FORMULIR 1771 – I atau FORMULIR 1771 – I / $ ( Angka 7 Kolom (3) ).
Lihat : * Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007;
* Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2007;
* Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-67/PJ./2007.
5.
DAFTAR CABANG UTAMA (LAMPIRAN KHUSUS 5A/5B)
Diisi dengan
informasi alamat lengkap dan NPWP ( apabila sudah terdaftar di KPP
lokasi ) hanya untuk kantor-kantor cabang atau tempat-tempat usaha utama di berbagai lokasi. Kantor-kantor cabang pembantu atau perwakilan yang berada di bawahnya cukup disebutkan jumlahnya saja. Kantor cabang yang berada / berkedudukan di luar negeri juga harus dicantumkan.
lokasi ) hanya untuk kantor-kantor cabang atau tempat-tempat usaha utama di berbagai lokasi. Kantor-kantor cabang pembantu atau perwakilan yang berada di bawahnya cukup disebutkan jumlahnya saja. Kantor cabang yang berada / berkedudukan di luar negeri juga harus dicantumkan.
-
Kolom
(1) diisi dengan Nomor Urut
-
Kolom (2) diisi dengan Alamat Cabang
Utama
-
Kolom
(3) diisi dengan NPWP Lokasi
-
Kolom (4) diisi dengan jumlah Cabang Pembantu
6.
PERHITUNGAN PPh PASAL 26 AYAT (4) (LAMPIRAN KHUSUS 6A/6B)
·
Angka 1 : PENGHASILAN
NETO KOMERSIAL, diisi dari FORMULIR 1771 – I atau FORMULIR 1771 – I / $ (Angka
3 Kolom (3)).
·
Angka 2 : PENYESUAIAN
FISKAL POSITIF / NEGATIF, diisi dari FORMULIR 1771 – I atau FORMULIR 1771 – I /
$ ( Jumlah Angka 5 dan Angka 6 ). Dalam hal Wajib Pajak / BUT dikenakan PPh Badan
yang bersifat final, penyesuaian fiskal positif / negatif harus dihitung tersendiri sesuai ketentuan yang berlaku berdasarkan
pembukuan / laporan keuangan.
·
Angka 3 : PENGHASILAN
NETO FISKAL, apabila jumlahnya negatif maka pengisian selanjutnya tidak perlu
dilakukan karena tidak akan terutang PPh Pasal 26 ayat (4).
·
Angka 4 : PAJAK
PENGHASILAN BADAN TERUTANG, diisi dari FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771 / $ (
Huruf B Angka 6 ), atau dalam hal dikenakan PPh final, diisi dari FORMULIR 1771
– IV atau FORMULIR 1771 – IV / $ ( Bagian A Angka 7 atau 8 ).
·
Angka 5 : DASAR
PENGENAAN PPh PASAL 26 AYAT (4), apabila jumlahnya negatif maka pengisian selanjutnya tidak perlu dilakukan karena
tidak akan terutang PPh Pasal 26 ayat (4).
·
Angka 6 : PPh PASAL
26 AYAT (4), apabila jumlahnya ada, beri tanda (X) dalam kotak yang sesuai dan
lengkapi dengan informasi yang diperlukan pada sisi kotak yang diberi tanda (X).
Lihat: Keputusan Menteri Keuangan Nomor
113/KMK.03/2002.
7.
KREDIT
PAJAK LUAR NEGERI (LAMPIRAN KHUSUS 7A/7B)
· Dalam hal
penghasilan yang diterima/diperoleh di luar negeri berasal dari beberapa
negara, maka penghitungan kredit pajak berdasarkan formula tersebut dilakukan
untuk masing-masing negara (ordinary
credit per country basis). Penghasilan Kna Pajak dalam formula tersebut
tidak termasuk pajak yang bersifat final sebagainaba dimaksud Pasal 4 ayat (2),
Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh.
-
Kolom
(1) diisi dengan Nomor Urut
- Kolom (2)
diisi dengan Nama dan Alamat Pemotong Pajak Di Luar Negeri
-
Kolom
(3) diisi dengan jenis penghasilan
- Kolom (4)
diisi dengan jumlah penghasilan neto yang diterima
- Kolom (5)
diisi dengan jumlah pajak yang terutang/dibayar di luar negeri dalam mata uang
rupiah berdasarkan kurs konversi saat tanggal pembayaran/terutangnya pajak
- Kolom (6)
diisi dengan jumlah pajak yang terutang/dibayar di luar negeri dalam mata uang
asing
-
Kolom (7) diisi dengan jumlah kredit pajak yang yang
dapat diperhitungkan menurut ketentuan Pasal 24 UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164 /
KMK.03 / 2002.