Rabu, 23 April 2014

SPT TAHUNAN



DEPARTEMEN  KEUANGAN  REPUBLIK  INDONESIA

DIREKTORAT  JENDERAL  PAJAK

 

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN

PAJAK PENGHASILAN WP BADAN

 



PETUNJUK  UMUM


Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut :
1.     Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.

2.      SPT Tahunan ditandatangani oleh pengurus, direksi, atau orang yang diberi kuasa untuk menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus.

3.      SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 534 / KMK.04 / 2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-214 / PJ. / 2001.

4.      Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT Tahunan dan menyampaikannya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Tahun Pajak berakhir.

5.      Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-518 / PJ. / 2001.

6.      Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 ( dua puluh lima ) bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 ( satu ) bulan.

7.      Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi).

8.      Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT Tahunan ( PPh Pasal 29 ) paling lama 12 ( dua belas ) bulan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-325 / PJ. / 2001, permohonan harus diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan formulir tertentu sesuai lampiran Keputusan Direktur Jenderal tersebut.

9.      Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 6 ( enam ) bulan. Permohonan harus diajukan secara tertulis disertai Surat Pernyataan mengenai penghitungan sementara besarnya pajak terutang dalam 1 ( satu ) tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak menurut penghitungan sementara tersebut.
Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,- ( seratus ribu rupiah ).

10.    Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan. Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan beserta lampirannya dalam bahasa Indonesia (kecuali lampiran berupa laporan keuangan) dan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat. Persetujuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.03/2007.

11.    Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 ( satu ) tahun dan atau denda paling tinggi 2 ( dua ) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT  Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 ( enam ) tahun dan denda paling tinggi 4 ( empat ) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

PETUNJUK PENGISIAN


SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 2007 menggunakan format yang dapat dibaca dengan menggunakan mesin scanner, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.     Jika WP membuat sendiri formulir SPT Tahunan, jangan lupa untuk membuat   (segi empat hitam) di keempat sudut sebagai pembatas dokumen agar dokumen dapat di scan.
2.     Ukuran kertas yang digunakan F4/Folio (8.5 x 13 inch) dengan berat minimal 70 gram.
3.     Kertas tidak boleh dilipat atau kusut.
4.     Kolom Identitas : Bagi WP yang mengisi menggunakan mesin ketik, dalam mengisi isian yang tidak terstruktur (seperti: Nama Wajib Pajak, Jenis Usaha dan Negara Domisili Kantor Pusat (khusus BUT)) kotak-kotak dapat diabaikan sepanjang tidak melewati batas samping kanan. Sedangkan untuk isian yang terstruktur (seperti: NPWP, Nomor Telepon) isian harus didalam kotak.
0
1

2
3
4

5
6
7

8

0
1
2

0
0
0


Contoh Pengisian:






















NPWP             :
NAMA WP       :       PT. MAJU MAKMUR SENTOSA JAYA






















          
0
7
2
1

1
2
3
4
5
6
7
8


Jenis Usaha     :       INDUSTRI FURNITUR DARI KAYU 
NO. TELEPON :
Catatan: Untuk yang menggunakan komputer atau tulis tangan, semua isian harus dalam kotak. 
Bagi Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat wajib menggunakan Formulir 1771 / $.
5.     Dalam mengisi kolom-kolom yang berisi nilai rupiah atau US dollar, harus tanpa nilai desimal. Contoh:
a.     dalam menuliskan sepuluh juta rupiah adalah: 10.000.000 (BUKAN 10.000.000,00).
b.    Dalam menuliskan seratus dua puluh lima rupiah lima puluh sen adalah: 125 (BUKAN 125,50)



LAMPIRAN – I
( FORMULIR 1771 – I dan FORMULIR 1771 – I / $ )

·           PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO FISKAL

Angka 1 : PENGHASILAN NETO KOMERSIAL DALAM NEGERI
Yang dimaksud dengan penghasilan neto komersial dalam negeri adalah penghasilan neto menurut prinsip akuntansi komersial Indonesia, yakni semua penghasilan yang diterima dan atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha di Indonesia, termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak, dikurangi dengan pengeluaran / biaya-biaya sesuai dengan sistem dan metode akuntansi komersial Indonesia yang dianut secara taat azas, sebelum dilakukan penyesuaian-penyesuaian fiskal berdasarkan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya.

Huruf a - PEREDARAN USAHA.
Diisi dengan jumlah penerimaan / perolehan bruto dari kegiatan usaha di Indonesia, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan bagi perusahaan dagang dan perusahaan industri.

Huruf b - HARGA POKOK PENJUALAN.
Diisi dengan biaya-biaya yang merupakan harga pokok penjualan bagi kegiatan usaha Wajib Pajak. Apabila sesuai dengan sistem dan metode akuntansi komersial yang dianut Wajib Pajak tertentu ( misal : bank, dana pensiun, reksadana, organisasi sosial, perkumpulan dan sebagainya ) tidak terdapat pemisahan atau pengelompokan biaya untuk harga pokok penjualan, maka seluruh biaya-biaya dilaporkan pada huruf c biaya usaha lainnya.

Huruf c - BIAYA USAHA LAINNYA.
Diisi dengan biaya-biaya usaha yang tidak termasuk ke dalam kelompok harga pokok penjualan.

Huruf d - PENGHASILAN NETO DARI USAHA. (1a-1b-1c)  
Penghasilan neto tersebut diperoleh dari Peredaran Usaha dikurangi Harga Pokok Penjualan  dikurangi Biaya Usaha Lainnya.

Huruf e - PENGHASILAN DARI LUAR USAHA.
Diisi dengan jumlah Penghasilan Bruto Dari Luar Usaha yang diterima dan atau diperoleh dari luar kegiatan usaha tersebut pada huruf a, seperti : penghasilan dari penyertaan modal di Indonesia, penghasilan dari penjualan / pengalihan / persewaan harta, serta penghasilan lainnya yang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha atau tidak ada kaitannya dengan kegiatan usaha.

Huruf f - BIAYA DARI LUAR USAHA.
Diisi dengan biaya-biaya langsung yang terkait dengan penghasilan dari luar usaha tersebut pada huruf e.

Huruf g - PENGHASILAN NETO DARI LUAR USAHA. (1e-1f)
Diisi dengan hasil pengurangan huruf  e dengan huruf f.
Huruf h – Jumlah (1d+1g)
Cukup Jelas.

Angka 2 : PENGHASILAN NETO KOMERSIAL LUAR NEGERI
Diisi dengan penghasilan neto yang diterima atau diperoleh di luar negeri, sesuai dengan lampiran khusus 7A / 7B kolom (4) ‘Jumlah Neto’.

Angka 3 : JUMLAH PENGHASILAN NETO KOMERSIAL (1h+2)
Diisi dengan jumlah penghasilan neto komersial Dalam Negeri dan Luar Negeri.

Angka 4 :  PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK PENGHASILAN FINAL DAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Untuk menghitung penghasilan neto fiskal yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum, penghasilan dari sumber di Indonesia yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak harus dikeluarkan kembali, sehingga dengan pengurangan penghasilan tersebut pada jumlah penghasilan neto fiskalnya ( angka 8 ) akan menjadi nihil / netral. Diisi dengan jumlah penghasilan neto komersial atas penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final dan penghasilan neto komersial atas penghasilan yang tidak termasuk objek pajak yang telah dimasukkan dalam angka 1 formulir 1771 - I dan dalam hal mengalami kerugian komersial, diisi sesuai dengan jumlah kerugian komersialnya.

Angka 5 : PENYESUAIAN FISKAL POSITIF
Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial ( di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak ) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan dan atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.
Huruf a. Penyesuaian berdasarkan  Pasal 9 ayat (1) huruf b UU PPh, pengeluaran perusahaan untuk pembelian / perbaikan rumah atau kendaraan pribadi, biaya perjalanan pribadi / keluarga, biaya premi asuransi pribadi / keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, atau anggota, tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Huruf b. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh, pembentukan atau pemupukan dana cadangan secara fiskal tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun untuk jenis-jenis usaha tertentu yang secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk menutup beban atau kerugian yang akan terjadi di kemudian hari, secara fiskal diperkenankan, yang terbatas pada : piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi ( financial lease ), cadangan klaim dan cadangan kerugian untuk usaha asuransi, serta cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
Lihat :  * Keputusan Menteri Keuangan Nomor 80 / KMK.04 / 1995  s.t.d.t.d.  Peraturan   Menteri Keuangan Nomor 83 / PMK.03 / 2006;
*  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 20 / PJ.42 / 1995;
*  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 09 / PJ.42 / 1999;
*  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 21 / PJ.42 / 2000.
Huruf c. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan ( benefit in-kind ) bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi kerja tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun  pemberian natura berupa penyediaan makanan / minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai, demikian pula pemberian natura dan kenikmatan di daerah terpencil yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, serta pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya ( seperti : pakaian dan peralatan khusus untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan, antar-jemput pegawai, serta akomodasi untuk awak kapal ), dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Lihat :   * Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466 / KMK.04 / 2000;
    * Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep- 213 / PJ / 2001;
*  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep- 220 / PJ / 2002.
Huruf d. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf f UU PPh, pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang jumlahnya tidak melebihi kewajaran. Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku umum untuk pekerjaan dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Atas selisih yang melebihi kewajaran tersebut dapat dikategorikan sebagai pembagian laba.
Huruf e. Berdasarkan  Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh, bantuan atau sumbangan dan harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, bukan merupakan penghasilan sepanjang tidak terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi bantuan atau sumbangan dan harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Lihat :   Keputusan Menteri Keuangan Nomor 604 / KMK.04 / 1994.
Zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, dengan syarat :
·         Penghasilan yang dikenakan zakat merupakan Objek Pajak yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan;
·         Pembayaran zakat dilakukan  kepada  Badan Amil Zakat ( BAZ ) atau Lembaga  Amil Zakat ( LAZ ) yang dibentuk atau disahkan pembentukannya oleh Pemerintah Pusat / Daerah;
Dengan demikian zakat atas harta selain penghasilan dan zakat atas penghasilan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan
( perlakuan pajaknya sama dengan sumbangan ).

Huruf f. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh, Pajak Penghasilan badan serta kredit pajak bukan merupakan biaya perusahaan.
Huruf g. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh, bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi bukan merupakan penghasilan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf j UU PPh, bagi perseroan komanditer tersebut pembayaran gaji kepada para anggotanya tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Huruf h. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya perusahaan.
Huruf i. Diisi dari Lampiran Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.
Huruf j. Diisi dari Lampiran Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.
Huruf k. Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan saat pengakuan biaya dalam hal-hal tertentu dan  bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.
Lihat :   *   Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep- 184 / PJ. / 2002;
*   Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 08 / PJ.42 / 2002.
Huruf l. Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal :
·       terdapat penghasilan yang tidak diakui secara komersial akan tetapi termasuk Objek Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final;
·       terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang diakui secara komersial akan tetapi tidak dapat diakui secara fiskal;
·       terdapat kerugian usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap ( BUT ) ataupun bukan BUT, setelah dilakukan penyesuaian fiskal positif dan negatif.
Lihat : *     Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164 / KMK.03 / 2002.
*     Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.42/2002.
*     Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.313/2005.

Angka 6 : PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF
Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial ( di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan  yang tidak termasuk Objek Pajak ) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan atau menambah biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.
Huruf a. Diisi dari Lampiran Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.
Huruf b. Diisi dari Lampiran Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.
Huruf c. Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan saat pengakuan penghasilan dalam hal-hal tertentu dan  bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.
Lihat :   *   Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-141 / PJ. / 1999;
*   Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-563 / PJ. / 2001;
*   Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-184 / PJ. / 2002;
*   Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08 / PJ.42 / 2002.
Huruf d. Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang tidak diakui secara komersial akan tetapi dapat diakui secara fiskal. 
Angka 7 : FASILITAS PENANAMAN MODAL BERUPA PENGURANGAN PENGHASILAN NETO
Angka 7a diisi tahun ke-berapa fasilitas tersebut telah digunakan.
Angka 7b diisi dengan jumlah fasilitas penanaman modal berupa pengurangan penghasilan neto yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana terdapat dalam daftar fasilitas penanaman modal angka 5b (lampiran khusus 4A / 4B).
Angka 8 : PENGHASILAN NETO FISKAL

Diisi dengan hasil perhitungan angka 3 dikurangi angka 4 ditambah angka 5m dikurangi angka 6e dikurangi angka 7b.

LAMPIRAN - II
( FORMULIR 1771 – II dan FORMULIR 1771 – II / $ )

·           PERINCIAN HARGA POKOK PENJUALAN, BIAYA USAHA LAINNYA DAN BIAYA DARI LUAR USAHA

Diisi dengan perincian Harga Pokok Penjualan, Biaya Usaha Lainnya dan Biaya Dari Luar Usaha secara komersial sesuai dengan Lampiran 1771-I angka 1 huruf b, c dan f.
Kolom (1) Nomor Urut
Kolom (2) Perincian
Kolom (3) diisi dengan biaya yang merupakan Harga Pokok Penjualan
Kolom (4) diisi dengan Biaya Usaha Lainnya yang bukan merupakan Harga Pokok Penjualan
Kolom (5) diisi dengan Biaya-biaya langsung yang terkait dengan penghasilan dari luar usaha
Kolom (6) diisi dengan jumlah kolom (3) ditambah dengan kolom (4) ditambah dengan kolom (5)

LAMPIRAN - III
( FORMULIR 1771 - III dan FORMULIR 1771 – III / $ )
·           KREDIT PAJAK DALAM NEGERI

Diisi dengan rincian bukti pungut PPh Pasal 22 dan bukti potong PPh Pasal 23 yang telah dibayar melalui pemungutan/pemotongan pajak oleh pihak lain, atas penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final yang diterima / diperoleh dan dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun pajak ini.
·         Kolom  (1) diisi dengan Nomor Urut untuk masing-masing jenis pajak
·         Kolom (2) diisi dengan Nama dan NPWP Pemotong/Pemungut Pajak. Dalam hal PPh Pasal 22  dibayar sendiri kolom ini diisi dengan Nama dan Alamat Bank tempat pembayaran.
·     Kolom  (3) diisi dengan :  - Untuk PPh Pasal 22 diisi dengan Jenis Transaksi atau Pembayaran
   - Untuk PPh Pasal 23 diisi dengan jenis penghasilan yang dipotong PPh
·         Kolom  (4) diisi dengan jumlah yang menjadi Dasar Pemotongan/Pemungutan
·         Kolom  (5) diisi dengan jumlah PPh yang dipotong/dipungut
·         Kolom (6) dan (7) diisi dengan Nomor dan Tanggal Bukti Pemotongan/Pemungutan. Untuk PPh Pasal 22 yang dibayar sendiri kolom (6) diisi dengan kata ‘SSP’ atau “SSPCP”.
Wajib Pajak wajib memperlihatkan serta menyerahkan bukti-bukti pemungutan/pemotongan pajak oleh pihak lain apabila diminta untuk keperluan pemeriksaan kewajiban perpajakan.

LAMPIRAN - IV
( FORMULIR 1771 – IV DAN FORMULIR 1771 – IV / $ )

·           PPh FINAL
·           PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

Diisi dengan penghasilan-penghasilan tertentu yang dikenakan PPh final baik melalui pemotongan oleh pihak lain atau dengan menyetor sendiri serta penghasilan-penghasilan tertentu yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak ini, sesuai dengan jumlah bruto atau nilai transaksinya. Wajib Pajak wajib memperlihatkan serta membuat daftar rincian bukti-bukti pemotongan / pembayaran pajaknya apabila diminta untuk keperluan pemeriksaan kewajiban pajak.

LAMPIRAN - V
( FORMULIR 1771 – V dan FORMULIR 1771 – V / $ )

·           DAFTAR PEMEGANG SAHAM / PEMILIK MODAL DAN JUMLAH DIVIDEN YANG DIBAGIKAN 
·           DAFTAR SUSUNAN PENGURUS DAN KOMISARIS
Bagian A :  DAFTAR PEMEGANG SAHAM / PEMILIK MODAL DAN JUMLAH DIVIDEN YANG DIBAGIKAN 
-          Kolom (1) diisi dengan Nomor Urut
-          Kolom (2) diisi dengan Nama dan Alamat Lengkap Pemegang Saham atau Pemilik Modal sesuai dengan kartu identitas
-          Kolom (3) diisi dengan NPWP Pemegang Saham atau Pemilik Modal. Untuk pemegang  saham/modal yang tidak memiliki NPWP ( misalnya WP Luar Negeri, WP yang penghasilannya di bawah PTKP ) diisi dengan ‘Tidak Ada’.
-          Kolom (4) diisi dengan jumlah modal yang disetor
-          Kolom (5) diisi dengan persentase kepemilikan
-          Kolom (6) diisi dengan jumlah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham

Bagian B : DAFTAR SUSUNAN PENGURUS DAN KOMISARIS
-          Kolom (1) diisi dengan Nomor Urut
-          Kolom (2) diisi dengan Nama dan Alamat Lengkap Pengurus dan Komisaris sesuai dengan kartu identitas
-          Kolom (3) diisi dengan NPWP Pengurus dan Komisaris. Untuk Pengurus dan Komisaris yang tidak memiliki NPWP ( misalnya WP Luar Negeri, WP yang penghasilannya di bawah PTKP ) diisi dengan ‘Tidak Ada’.
-          Kolom (4) diisi dengan jabatan pengurus atau komisaris
·         Wajib Pajak yayasan dan badan-badan lain yang tidak dimiliki atas dasar penyertaan modal, serta KIK Reksa Dana dan KIK – EBA, cukup mengisi Daftar Pemegang Saham / Pemilik Modal dengan pernyataan : “Tidak Ada”,  pada kolom (2).
·         Wajib Pajak perusahaan masuk bursa, pemegang saham publik tidak perlu dirinci per nama  ( dapat dinyatakan secara kumulatif ) kecuali apabila kepemilikan sahamnya berjumlah 5% atau lebih dari jumlah modal disetor.
·         Daftar Susunan Pengurus Dan Komisaris diisi lengkap tetapi tidak termasuk tingkat manajer.
Lihat : Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.42/2003.

LAMPIRAN - VI
( FORMULIR 1771 – VI dan FORMULIR 1771 – VI / $ )

·           DAFTAR PENYERTAAN MODAL PADA PERUSAHAAN AFILIASI
·           DAFTAR PINJAMAN (UTANG) DARI PEMEGANG SAHAM DAN ATAU PERUSAHAAN AFILIASI
·           DAFTAR PINJAMAN (PIUTANG) KEPADA PEMEGANG SAHAM DAN ATAU PERUSAHAAN AFILIASI
1.      Ketiga daftar diisi dengan angka saldo akhir tahun berdasarkan laporan keuangan komersial yang dilampirkan pada SPT Tahunan.
2.      Penyertaan modal yang dicantumkan adalah penyertaan modal yang memenuhi kriteria hubungan istimewa baik langsung maupun tidak langsung.
3.      Pinjaman (utang/piutang) yang dicantumkan adalah pinjaman dari / kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa baik langsung maupun tidak langsung.
4.      Wajib Pajak yang tidak mempunyai penyertaan modal atau penyertaan modalnya tidak memenuhi kriteria hubungan istimewa, demikian pula Wajib Pajak yang tidak mempunyai pinjaman dari / kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, cukup mengisi daftar dengan pernyataan : “Tidak Ada”, pada kolom (2). 

INDUK SPT
( FORMULIR 1771 dan FORMULIR 1771 / $ )
                                               
TAHUN PAJAK                                              :    Isilah kotak yang tersedia dengan angka tahun buku dan periode tahun buku perusahaan.
2
0
0
7
Contoh : Tahun Pajak 2007
IDENTITAS

NPWP                                                           :    Diisi sesuai dengan NPWP yang tercantum dalam Kartu NPWP.
NAMA WAJIB PAJAK                                    :    Diisi sesuai dengan nama yang tercantum dalam Kartu NPWP.
JENIS USAHA                                               :    Diisi sesuai dengan jenis kegiatan usaha yang dilakukan. Apabila jenis kegiatan usaha  lebih dari satu, maka yang dipilih adalah jenis kegiatan usaha yang utama / inti.
KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA                  :   Untuk pengisian Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) diisi sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-34/PJ./2003. Apabila kurang jelas dapat berkonsultasi dengan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
NO. TELEPON                                               :    Diisi dengan nomor telepon wajib pajak. Nomor telepon wajib diisi oleh wajib pajak.
NO. FAKS.                                                    :    Diisi dengan nomor faksimili wajib pajak. Nomor faksimili wajib diisi oleh wajib pajak.
PERIODE PEMBUKUAN                                        :        Diisi sesuai dengan periode pembukuan wajib pajak.
                                                                         Misalnya wajib pajak menggunakan :    
                                                                                Periode Januari – Desember


0
1
0
7
s.d
1
2
0
7



                                                                                Periode April - Maret

0
4
0
7
s.d
0
3
0
8

                                                                                   

NEGARA DOMISILI KANTOR PUSAT (KHUSUS BUT)
:
Diisi sesuai dengan nama negara domisili fiskal kantor pusat BUT diluar negeri sesuai ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda ( P3B ) yang berlaku, atau dalam hal belum ada P3B, berdasarkan ketentuan Undang-undang Perpajakan Indonesia.

PEMBUKUAN/LAPORAN KEUANGAN
:
Dalam hal menyelenggarakan pembukuan  dalam  mata uang  Dollar Amerika Serikat, sebutkan Nomor dan Tanggal Surat Persetujuan Direktur Jenderal Pajak, serta Tahun dimulainya.  Nyatakan apakah pembukuan/ laporan keuangan perusahaan untuk tahun buku ini “Diaudit” atau “Tidak Diaudit” oleh Akuntan Publik, dengan mengisi kotak yang sesuai dengan tanda (X). Dalam hal diaudit, isilah Opini Akuntan dalam kotak yang tersedia dengan kode angka sebagai berikut :
1.    -  untuk opini :  Wajar Tanpa Pengecualian
2.    -  untuk opini :  Wajar Dengan Pengecualian
3.    -  untuk opini :  Tidak Wajar;
4.    -  untuk         :  Tidak Ada Opini.

NAMA KANTOR  AKUNTAN PUBLIK
:
Diisi dengan Nama Kantor Akuntan  Publik  yang  menandatangani  Laporan Audit.

NPWP KANTOR AKUNTAN PUBLIK
:
Diisi dengan NPWP Kantor Akuntan  Publik  apabila Laporan Keuangan perusahaan diaudit oleh Akuntan Publik.

NAMA AKUNTAN PUBLIK
:
Diisi dengan Nama Akuntan Publik yang  menandatangani  Laporan Audit.

NPWP AKUNTAN PUBLIK
:
Diisi dengan NPWP Akuntan Publik apabila   Laporan   Keuangan perusahaan diaudit oleh Akuntan Publik.

NAMA KANTOR KONSULTAN PAJAK
:
Diisi dengan Nama Kantor Konsultan Pajak sesuai Surat Kuasa Khusus.

NPWP KANTOR KONSULTAN PAJAK
:
Diisi dengan NPWP Kantor  Konsultan  Pajak  apabila  dalam rangka  melaksanakan kewajiban dan hak  perpajakannya  Wajib Pajak  menggunakan  jasa Konsultan Pajak.

NAMA KONSULTAN PAJAK
:
Diisi dengan nama Konsultan Pajak sesuai Surat Kuasa Khusus.

NPWP KONSULTAN PAJAK
:
Diisi dengan NPWP Konsultan Pajak sesuai Surat Kuasa Khusus.

Huruf A : PENGHASILAN KENA PAJAK

Angka 1 - PENGHASILAN NETO FISKAL
Diisi dengan jumlah penghasilan neto fiskal dari formulir 1771-I Nomor 8 Kolom (3)

Angka 2 - KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL
Kompensasi kerugian fiskal dari tahun-tahun pajak yang lalu berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU PPh atau karena memperoleh fasilitas penanaman modal berupa kompensasi kerugian fiskal yang lebih lama. Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal, jumlah kolom ‘Tahun Pajak Ini’ ( lampiran khusus 2A/2B ).
·       Diisi dengan jumlah kompensasi kerugian kolom ‘Tahun Pajak Ini’ dari  Lampiran Khusus 2A/2B Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal.
·       Diisi dengan nilai “0” (nol), apabila angka 1 menyatakan kerugian (negatif).
     (Lihat contoh pengisian Formulir Lampiran Khusus 2A / 2B)

Angka 3 - PENGHASILAN KENA PAJAK
Diisi dengan hasil perhitungan angka 1 dikurangi dengan angka 2.

Huruf B : PAJAK PENGHASILAN TERUTANG


Angka 4 - PPh TERUTANG
Diisi dengan jumlah hasil penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas Penghasilan Kena Pajak pada angka 3, sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak                              Tarif Pajak
S.d.        Rp   50.000.000,-                                           10%
Di atas    Rp   50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000,-          15%
Di atas    Rp 100.000.000,-                                           30%
Catatan : Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak    dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.

Angka 5 - PENGEMBALIAN / PENGURANGAN KREDIT PAJAK LN (PPh Ps. 24) YANG TELAH DIPERHITUNGKAN TAHUN LALU
Dalam hal memperoleh pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan  yang terutang / dibayar di luar negeri (PPh Pasal 24), yang sebelumnya telah diperhitungkan sebagai kredit PPh yang terutang pada tahun pajak yang lalu, diisi sebesar jumlah pengurangan atau pengembalian pajak tersebut.
Lihat :   Pasal 24 UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 164 / KMK.03 / 2002.
Angka 6 - JUMLAH  PPh  TERUTANG
Diisi dengan hasil perhitungan angka 4 ditambah dengan angka 5.

Huruf C : KREDIT  PAJAK

Angka 7 - PPh DITANGGUNG PEMERINTAH (Proyek Bantuan LN)
Dalam hal memperoleh fasilitas PPh Ditanggung Pemerintah atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok (supplier) Utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, diisi sebesar jumlah PPh yang tidak bersifat final yang dihitung dengan formula sebagai berikut :
DANA PINJAMAN LN / HIBAH       X     PPh TERUTANG
TOTAL BIAYA PROYEK
TOTAL BIAYA PROYEK





Lihat :   *  Peraturan  Pemerintah  Nomor 42 Tahun 1995 s.t.d.t.d. Peraturan Pemerintah Nomor 25  Tahun 2001;
*   Peraturan Pemerintah Nomor  138 Tahun 2000;
*   Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000;
*   Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559 / KMK.04 / 2000;
*   Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13 / PJ.42 / 2002.

Angka 8
Huruf a : Diisi dengan jumlah kredit pajak dalam negeri dari formulir 1771-III kolom (5) / formulir 1771-III/$ kolom (5) dan kolom (6)

Huruf b : Diisi dengan jumlah kredit pajak luar negeri sesuai dengan perhitungan kredit pajak luar negeri pada  Lampiran Khusus 7A / 7B.

Huruf c : Cukup jelas.

Angka 9
Beri tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan hasil pengurangan jumlah pada angka 6 dengan jumlah pada angka 7 dan angka 8c.

Angka 10
Huruf a : diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 yang dibayar sendiri.
Huruf b : diisi dengan Pokok Pajak pada STP PPh Pasal 25.
Huruf c : diisi sebesar jumlah Fiskal Luar Negeri pegawai perusahaan yang ditanggung oleh perusahaan dalam rangka perjalanan ke luar negeri untuk kepentingan perusahaan, sepanjang dapat dibuktikan pembayarannya oleh perusahaan dan sepanjang tidak dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Huruf d : diisi sebesar jumlah PPh yang dibayar atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan bagi perusahaan selain pengembang / real estate dan yayasan atau organisasi sejenis, yang dilaporkan dalam Formulir 1771 - I angka 1 huruf e.
Huruf e :  Cukup jelas.

Huruf D : PPh  KURANG / LEBIH BAYAR

Angka 11
Beri tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan hasil pengurangan jumlah pada angka 9 dengan jumlah pada angka 10e.

Angka 12
Diisi sesuai tanggal penyetoran PPh Pasal 29.

Angka 13
Berikan (X) dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan permohonan yang dimaksud.

Huruf E : ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN BERJALAN
Penghitungan besarnya angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun berjalan untuk semua Wajib Pajak, atas penghasilan yang dikenakan PPh yang tidak bersifat final.

Angka 14.

Huruf a - Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan angsuran, bagi :
·           Wajib Pajak pada umumnya, adalah berdasarkan penghasilan teratur menurut SPT Tahunan tahun pajak yang lalu;
·           Wajib Pajak BUMN / BUMD, adalah berdasarkan rencana pendapatan menurut RKAP tahun pajak berjalan yang telah disetujui / disahkan oleh RUPS dan setelah dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan UU PPh. Apabila RKAP tahun pajak berjalan belum disetujui / disahkan oleh RUPS, maka digunakan rencana pendapatan dari RKAP tahun pajak yang lalu setelah dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan UU PPh;
·           Wajib Pajak bank dan perusahaan pembiayaan sewa guna usaha dengan hak opsi ( financial lease ), adalah berdasarkan penghasilan neto menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dan setelah dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan UU PPh.
Lihat :   *   Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522 / KMK.04 / 2000 s.t.d.t.d.
*   Keputusan Menteri  Keuangan Nomor 84 / KMK.03 / 2002.

Huruf b - KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL
Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal, jumlah kolom (9) “Tahun Berjalan” (lampiran khusus 2A/2B).

Huruf c - PENGHASILAN KENA PAJAK
Diisi dengan hasil perhitungan huruf a dikurangi dengan huruf  b.

Huruf d - PPh YANG TERUTANG
Diisi dengan Penghasilan Kena Pajak (huruf c) dikali dengan Tarif Pasal 17 

Huruf e - KREDIT PAJAK TAHUN PAJAK YANG LALU ATAS PENGHASILAN YANG TERMASUK DALAM HURUF  a YANG DIPOTONG / DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
Diisi dengan jumlah kredit pajak tahun pajak yang lalu atas penghasilan yang termasuk dalam huruf a yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain ( PPh Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 ).


Huruf f - PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI
Diisi dengan hasil perhitungan huruf d dikurangi dengan huruf e.

Huruf g - PPh PASAL 25
Angsuran PPh Pasal 25, bagi :
·           Wajib Pajak pada umumnya, berlaku mulai bulan ketiga tahun berjalan;
·           Wajib Pajak BUMN / BUMD, berlaku sejak bulan pertama tahun berjalan;
·           Wajib Pajak bank, berlaku untuk tiga bulan pertama tahun berjalan, dan selanjutnya dihitung kembali setiap tiga bulan dengan cara yang sama. 

Huruf F : PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

Angka 15

Huruf a - PPh FINAL
Diisi dengan jumlah PPh terutang atas penghasilan yang dikenakan PPh Final dari formulir 1771-IV Bagian A jumlah Kolom (5) atau formulir 1771-IV/$ bagian A jumlah kolom (5) (JBA).

Huruf b - PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang tidak termasuk objek pajak dari formulir 1771-IV Bagian B jumlah Kolom (3) atau formulir 1771-IV/$ bagian B jumlah kolom (3)

Huruf G : LAMPIRAN

a - Surat Setoran Pajak lembar ke-3 PPh Pasal 29 :
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak, kecuali apabila tidak ada setoran akhir ( nihil ). Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran dengan media e–payment melalui bank-bank persepsi tertentu yang telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak yang sah sebagai pengganti SSP lembar ke-3

b - Laporan Keuangan ( lengkap ) :
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak tanpa kecuali. Dalam hal pembukuan / laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik, lampirkan laporan keuangan yang telah diaudit. Bagi Wajib Pajak yang mempunyai anak perusahaan di Indonesia atau di luar negeri, dan atau mempunyai cabang usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap ( BUT ) ataupun bukan BUT, wajib melampirkan Laporan Keuangan Konsolidasi dan Laporan Keuangan Wajib Pajak tersebut secara tersendiri;

c - Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal :
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 1A/1B, kecuali apabila Wajib Pajak tidak memiliki dan mempergunakan harta berwujud dan atau harta tak berwujud / pengeluaran lainnya sebagai aktiva tetap yang pembebanannya harus dilakukan melalui penyusutan / amortisasi;

d - Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal :
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai hak kompensasi kerugian fiskal dari tahun-tahun pajak yang lalu, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 2A/2B;



e - Pernyataan Transaksi Dalam Hubungan Istimewa :
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang melakukan transaksi-transaksi tertentu dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa atau perusahaan afiliasi ( intra-group transactions ), sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 3A/3B;
f - Daftar Fasilitas Penanaman Modal :
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang memperoleh fasilitas penanaman modal, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 4A/4B;

g - Daftar Cabang Utama Perusahaan :
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai kantor-kantor cabang atau tempat-tempat usaha utama di berbagai lokasi, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 5A/5B;

h - Surat Setoran Pajak lembar ke 3 PPh Pasal 26 Ayat (4) :
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT ( selain perusahaan pelayaran / penerbangan asing dan perwakilan dagang asing ), kecuali apabila  pajak tidak terutang. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran  dengan media e–payment  melalui bank-bank persepsi tertentu yang telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak yang sah sebagai pengganti SSP lembar ke-3;

i - Perhitungan PPh Pasal 26 Ayat (4) :
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT ( meskipun pajak tidak terutang ), sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 6A/6B;

j -  Kredit Pajak Luar Negeri
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan dari luar negeri dan telah dikenakan pajak oleh pihak luar negeri, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 7A/7B.

k - Surat Kuasa Khusus :
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang pengisian SPT Tahunan-nya dikuasakan kepada pihak lain yang berkompeten.

l - Lampiran Lainnya :
-           Daftar piutang yang tidak dapat ditagih, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang melakukan penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
-           Daftar debitur yang kreditnya digolongkan kurang lancar, diragukan, dan macet, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak Bank yang melaporkan penghasilan berupa bunga kredit non-performing secara cash basis.
-           Fotokopi Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBPFLN) dan Rekapitulasi pembayaran Fiskal Luar Negeri tersebut, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak apabila terdapat kredit pajak Fiskal Luar Negeri.
-           Khusus untuk Kontraktor Production Sharing (Migas) wajib melampirkan Financial Quarterly Report untuk periode terakhir tahun yang bersangkutan.
-           Lampiran-lampiran lainnya berupa bukti pendukung atau untuk menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan yang dibuat sendiri oleh Wajib Pajak.

PERNYATAAN :
Beri tanda (X) pada kotak yang sesuai. Isilah selengkapnya tempat dan tanggal pengisian SPT Tahunan serta Nama Lengkap, NPWP dan tanda tangan pengurus perusahaan yang berwenang. Dalam hal SPT Tahunan diisi oleh kuasa Wajib Pajak, isilah dengan Nama Lengkap, NPWP dan tanda tangan Kuasa serta dibubuhi Cap Perusahaan.


LAMPIRAN-LAMPIRAN KHUSUS SPT TAHUNAN

1.      DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL (LAMPIRAN KHUSUS 1A/1B)
·      Diisi per jenis harta berwujud / tidak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan yang dapat disusutkan / diamortisasi.
·      Kolom CATATAN diisi dengan informasi yang relevan ( apabila ada ) mengenai :
ð tahun-tahun revaluasi yang pernah dilakukan;
ð fasilitas penanaman modal berupa penyusutan / amortisasi dipercepat;

·      Kolom METODE PENYUSUTAN / AMORTISASI diisi dengan kode :
METODE PENYUSUTAN / AMORTISASI
KODE
PENGGUNAAN
·        Garis Lurus
·   GL
·        Komersial / Fiskal
·        Jumlah Angka Tahun
·   JAT
·        Komersial
·        Saldo Menurun
·   SM
·        Komersial / Fiskal
·        Saldo Menurun Ganda
·   SMG
·        Komersial
·        Jumlah Jam Jasa
·   JJJ
·        Komersial
·        Jumlah Satuan Produksi
·   JSP
·        Komersial / Amortisasi Fiskal
·        Metode Lainnya
·   ML
·        Komersial
·       Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, perhatikan ketentuan mengenai kurs konversi aktiva tetap sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 / PMK.03 / 2007.
·      Lihat :   *  Keputusan  Menteri  Keuangan  Nomor 520 / KMK.04 / 2000  s.t.d.d.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138 / KMK.03 / 2002;
*  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 521 / KMK.04 / 2000;
*  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-220 / PJ. / 2002;
*  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-316 / PJ. / 2002;
*  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07 / PJ.42 / 2002;
*  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09 / PJ.42 / 2002;
                                                                                                  

2.      PERHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL (LAMPIRAN KHUSUS 2A/2B)
Perhitungan kompensasi kerugian fiskal di sini hanyalah berkenaan dengan kerugian fiskal dari kegiatan usaha di Indonesia saja, tidak termasuk kerugian fiskal dari kegiatan usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap ( BUT ) ataupun bukan BUT. Terhadap kerugian fiskal dari kegiatan usaha di luar negeri berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164 / KMK.03 / 2002 jo Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.31/2004 hanya dapat dikompensasikan dengan keuntungan fiskal yang diterima dan atau diperoleh dari kegiatan usaha di luar negeri dari negara yang sama ( per country basis ). Dalam hal demikian, harus dibuat perhitungan kompensasi kerugian fiskal yang terpisah dengan bentuk daftar yang sama.
·      Kolom KERUGIAN DAN PENGHASILAN NETO FISKAL diisi dengan data yang bersumber dari Surat Ketetapan Pajak atau Keputusan Keberatan / Putusan Banding, atau dalam hal tidak / belum ada keputusan tersebut, bersumber dari SPT Tahunan.
·      Kolom-kolom KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL diisi dengan distribusi besarnya kompensasi kerugian fiskal untuk masing-masing tahun setelah tahun terjadinya kerugian fiskal. Dalam hal memperoleh fasilitas penanaman modal berupa kompensasi kerugian fiskal yang lebih dari 5 tahun ( kerugian fiskal dari hasil penanaman modal sejak saat mulai berproduksi komersial ), jumlah tahun dan kolom dapat ditambah dengan menggunakan lembar kedua.
·       Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, perhatikan ketentuan mengenai kompensasi kerugian fiskal sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 / PMK.03 / 2007.
·      Pindahkan  jumlah pada  kolom  (8) ”TAHUN PAJAK INI” ke FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771 / $  ( Huruf A Angka 2 ), dan pindahkan jumlah pada kolom (9) ”TAHUN BERJALAN” ke FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771 / $ ( Huruf E ANGKA 14 Butir  b).
Contoh Pengisian (Formulir Lampiran Khusus 2A):
PT. ABC berdiri pada tahun 1999. Pada tahun pajak 2007 wajib pajak memperoleh laba fiskal sebesar Rp 50.000.000,-. Adapun keuntungan/kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai berikut :
Tahun 1999, rugi fiskal        Rp   20.000.000,-
Tahun 2000, rugi fiskal        Rp     5.000.000,-
Tahun 2001, rugi fiskal        Rp     1.000.000,-
Tahun 2002, rugi fiskal        Rp 100.000.000,-
Tahun 2003, rugi fiskal        Rp   20.000.000,-
Tahun 2004; laba fiskal       Rp   30.000.000,-
Tahun 2005, laba fiskal       Rp   10.000.000,-
Tahun 2006, rugi fiskal        Rp     5.000.000,-
       
Pengisian kedalam Formulir Khusus 2A adalah pada contoh berikut :



3.      PERNYATAAN TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA (LAMPIRAN KHUSUS 3A/3B)
·      Angka 1, angka 2, dan angka 3 :
Jenis-jenis transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa diisi dalam kotak-kotak yang tersedia dengan kode angka sebagai berikut :
1.         Transaksi pembelian barang.
2.         Transaksi penjualan barang.
3.         Transaksi pembelian / penggunaan jasa.
4.         Transaksi penjualan / penyediaan jasa.
5.         Transaksi persewaan harta berwujud.
6.         Transaksi penggunaan harta tak berwujud.
7.         Transaksi lainnya.
·      Angka 1 :    Untuk masing-masing jenis transaksi yang dilakukan, jelaskan pada sisi kotaknya dengan siapa transaksi dilakukan dan besarnya nilai transaksi.
·      Angka 2 :    Dalam hal ada perjanjian dengan DJP mengenai penentuan harga transfer, sebutkan Nomor / Tanggal Perjanjian dan periode berlakunya. Jelaskan untuk jenis-jenis transaksi yang mana ( dengan kode angka ), yang dilakukan dengan siapa, serta sebutkan metode penentuan harga transfer yang disepakati dalam perjanjian, pada sisi kotaknya.
·      Angka 3 :    Dalam hal tidak ada perjanjian dengan DJP mengenai penentuan harga transfer, sebutkan untuk masing-masing jenis transaksi, metode penentuan harga transfer yang dipergunakan, pada sisi kotaknya.

4.         DAFTAR FASILITAS PENANAMAN MODAL (LAMPIRAN KHUSUS 4A/4B)
·         Angka 1 :    a.  Diisi Nomor / Tanggal Surat Persetujuan Ketua BKPM mengenai penanaman modal;
b.  Diisi Nomor  / Tanggal  Surat Keputusan Menteri Keuangan  mengenai pemberian fasilitas penanaman modal.
·         Angka 2 :    a.   JUMLAH PENANAMAN MODAL YANG DISETUJUI, diisi sesuai dengan jumlah dalam mata uang yang tercantum berdasarkan Surat Persetujuan Ketua BKPM. Apabila mata uang tersebut berbeda dengan mata uang yang dipergunakan dalam pembukuan perusahaan, cantumkan juga jumlah nilai ekuivalennya  dalam mata uang pembukuan dengan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat transfer dana ke rekening perusahaan. Dalam hal dana belum ditransfer, jumlah nilai ekuivalennya dapat menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada tanggal Surat Persetujuan Ketua BKPM ( berikan catatan kaki yang dipandang perlu );
b.   PENANAMAN MODAL, baru atau perluasan, beri tanda silang dalam kotak yang sesuai berdasarkan Surat Persetujuan Ketua BKPM;
c.    DI BIDANG USAHA DAN ATAU DI DAERAH, isi sesuai dengan bidang usaha dan atau daerah tertentu yang disetujui untuk penanaman modal berdasarkan Surat Persetujuan Ketua BKPM;
d.    FASILITAS YANG DIBERIKAN, beri tanda silang dalam kotak-kotak jenis fasilitas yang sesuai ( dan angka 6 sampai 10 dalam kotak tahun ) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan.
·         Angka 3 :    REALISASI PENANAMAN MODAL :
a.     TAHUN INI, diisi dengan jumlah realisasi penanaman modal dalam tahun pajak SPT Tahunan selama  periode sampai saat mulai berproduksi komersial, yang dinyatakan dalam mata uang pembukuan berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik;
b.    S.D. TAHUN INI, diisi dengan jumlah realisasi penanaman modal kumulatif sampai dengan tahun pajak SPT Tahunan selama periode sampai saat mulai berproduksi komersial, berdasarkan laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.
·         Angka 4 :    Diisi dengan tanggal saat mulai berproduksi komersial berdasarkan laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.
·         Angka 5 :    FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN NETO :
a.      isi dalam kotak tahun  dengan angka 1 sampai 6 secara berurut untuk setiap tahun pajak sejak tahun saat mulai berproduksi komersial ( SMBK );
b.      besarnya fasilitas pengurangan penghasilan neto untuk tahun pajak tersebut yang dihitung sebesar 5% dari jumlah realisasi penanaman modal tersebut pada angka 3 huruf b. Pindahkan jumlah hasil perhitungan angka 5 huruf b ke FORMULIR 1771 – I atau FORMULIR 1771 – I / $ ( Angka 7 Kolom (3) ).
Lihat :   *  Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007;
* Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2007;
* Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-67/PJ./2007.

5.         DAFTAR CABANG UTAMA (LAMPIRAN KHUSUS 5A/5B)
Diisi dengan informasi alamat lengkap dan NPWP ( apabila sudah terdaftar di KPP
lokasi ) hanya untuk kantor-kantor cabang atau tempat-tempat usaha utama di berbagai lokasi. Kantor-kantor cabang pembantu atau perwakilan yang berada di bawahnya cukup disebutkan jumlahnya saja.
Kantor cabang yang berada / berkedudukan di luar negeri juga harus dicantumkan.
-        Kolom (1) diisi dengan Nomor Urut
-        Kolom (2) diisi dengan Alamat Cabang Utama
-        Kolom (3) diisi dengan NPWP Lokasi
-        Kolom (4) diisi dengan jumlah Cabang Pembantu

6.         PERHITUNGAN PPh PASAL 26 AYAT (4) (LAMPIRAN KHUSUS 6A/6B)
·           Angka 1 :  PENGHASILAN NETO KOMERSIAL, diisi dari FORMULIR 1771 – I atau FORMULIR 1771 – I / $ (Angka 3 Kolom (3)).
·           Angka 2 :  PENYESUAIAN FISKAL POSITIF / NEGATIF, diisi dari FORMULIR 1771 – I atau FORMULIR 1771 – I / $ ( Jumlah Angka 5 dan Angka 6 ). Dalam hal Wajib Pajak / BUT dikenakan PPh Badan yang bersifat final, penyesuaian fiskal positif / negatif harus dihitung  tersendiri sesuai ketentuan yang berlaku berdasarkan pembukuan / laporan keuangan.
·           Angka 3 : PENGHASILAN NETO FISKAL, apabila jumlahnya negatif maka pengisian selanjutnya tidak perlu dilakukan karena tidak akan terutang PPh Pasal 26 ayat (4).
·           Angka 4 :  PAJAK PENGHASILAN BADAN TERUTANG, diisi dari FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771 / $ ( Huruf B Angka 6 ), atau dalam hal dikenakan PPh final, diisi dari FORMULIR 1771 – IV atau FORMULIR 1771 – IV / $ ( Bagian A Angka 7 atau 8 ).
·           Angka 5 :  DASAR PENGENAAN PPh PASAL 26 AYAT (4), apabila jumlahnya negatif maka pengisian   selanjutnya tidak perlu dilakukan karena tidak akan terutang PPh Pasal 26 ayat (4).
·           Angka 6 :  PPh PASAL 26 AYAT (4), apabila jumlahnya ada, beri tanda (X) dalam kotak yang sesuai dan lengkapi dengan informasi yang diperlukan pada sisi kotak yang diberi tanda (X).
Lihat:  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 113/KMK.03/2002.


7.          KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (LAMPIRAN KHUSUS 7A/7B)
·   Diisi dengan rincian bukti pemotongan/pembayaran Pajak Penghasilan yang terutang di luar negeri dengan didukung laporan keuangan penghasilan dari luar negeri, fotocopy surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri, dan fotocopy dokumen pembayaran pajak di luar negeri. Tata cara penghitungan agar mengacu pada Pasal 24 UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tanggal 19 April 2002.
·   Pengkreditan Pajak Penghasilan yang terutang / dibayar di luar negeri terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia adalah mana yang lebih kecil antara jumlah yang sebenarnya atau jumlah tertentu yang dihitung berdasarkan formula sebagai berikut :
   Jumlah Penghasilan Dari LN
   ---------------------------------------     X     Total PPh Terutang
       Penghasilan Kena Pajak
atau sama dengan total PPh terutang, mana yang lebih kecil
·   Dalam hal penghasilan yang diterima/diperoleh di luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak berdasarkan formula tersebut dilakukan untuk masing-masing negara (ordinary credit per country basis). Penghasilan Kna Pajak dalam formula tersebut tidak termasuk pajak yang bersifat final sebagainaba dimaksud Pasal 4 ayat (2), Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh.

-    Kolom (1) diisi dengan Nomor Urut
-    Kolom (2) diisi dengan Nama dan Alamat Pemotong Pajak Di Luar Negeri
-    Kolom (3) diisi dengan jenis penghasilan
-    Kolom (4) diisi dengan jumlah penghasilan neto yang diterima
-    Kolom (5) diisi dengan jumlah pajak yang terutang/dibayar di luar negeri dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs konversi saat tanggal pembayaran/terutangnya pajak
-    Kolom (6) diisi dengan jumlah pajak yang terutang/dibayar di luar negeri dalam mata uang asing
-    Kolom (7) diisi dengan jumlah kredit pajak yang yang dapat diperhitungkan menurut ketentuan Pasal 24 UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164 / KMK.03 / 2002.